STISNU

Puasa sebagai Refleksi Kebertuhanan yang Sejati

Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Nusantara Tangerang, Dr. Ibnu Hajar Al Khaitami, MA., menyambut bahagia kehadiran bulan suci Ramadhan 2024. Menurut perkiraan umat Islam Indonesia akan melaksanakan puasa di hari Selasa, 12 Maret 2024, meski ada ormas Islam lain yang akan melaksanakan puasa sehari sebelumnya, Senin 11 Maret 2024.

Perbedaan penetapan awal Ramadhan (puasa), kata Dr. Ibnu Hajar, adalah hal yang biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Asalkan perbedaan penetapan awal puasa didasarkan pada dalil dan hujah yang dapat dipertanggungjawabkan secara syariat. Yang lebih penting dari itu semua, ucap Dr. Ibnu, umat Islam bisa merefleksikan dan menghayati puasa sebagai sikap kebertuhanan yang sejati kepada Sang Pencipta Semesta.

Sebagai sebuah penghayatan tentang kebertuhanan yang sejati, maka puasa harus menjadi penghubung antara seorang hamba (yang puasa) dengan Tuhan-nya. Keterhubungan (ittishal) itu akan terjadi secara intim dan kian akrab (lebih dekat dari urat nadi) bilamana yang berpuasa benar-benar menjalankan puasa dengan penuh kehambaan yang totalitas.

“Ibadah puasa bisa menciptakan sikap kehambaan yang sempurna. Dengan puasa, orang beriman dituntut mampu menkoneksikan dimensi spiritualitasnya kepada Tuhan, sehingga terjalin koneksi ubudiyah yang intim dan kesadaran teologis yang mapan,” jelasnya dalam keterangan tertulisnya kepada Tim Bincang Ramadhan STISNU Tangerang, Sabtu (9/3/2024).

Maka langkah utama yang harus segera dijalani sebagai laku puasa yang sejati oleh orang yang berpuasa adalah mengendalikan gejolak syahwat hewani yang tersembunyi secara samar di dalam inti hati. Ketika seseorang mampu mengendalikan syahwat dan naluri hewaninya secara memadai maka dia akan mencapai kesadaran spiritual, sehingga laku hidupnya akan merasakan kehadiran Tuhan.

“Pembuktiannya adalah terkendalinya naluri hewani sebagai sifat dasar manusia, dan mampu menembus dimensi rohani yang paling tinggi, yaitu kesadaran spiritual tentang keberadaan Tuhan dalam kehidupan,” kata pria yang biasa disapa Gus Ibnu.

Sekali lagi, kata Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Daarul Amanah Cipondoh ini, puncak dari ibadah puasa adalah merasakan keberadaan dan pengasawan Tuhan. Puasa bukan sekedar tidak makan, minum, dan seks di siang hari.

“Sehingga orang beriman mampu menekan potensi syahwatnya (makan, minum, seksual di siang hari) secara sukarela, dengan kesadaran tertingginya sebagai seorang hamba, yaitu merasakan keberadaan dan pengawasan Tuhan dalam Kehidupan,” pungkasnya.

Dr. Ibnu Hajar Al Khaitami, MA., adalah doktor Pengkajian Islam Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menulis disertasi dengan judul Polemik Tasbih dan Tanzih dalam Kalam: Analisis Perbandingan Pemikiran Fakhruddin Al Razi dan Ibn Taymiyyah. Selain mengajar di STISNU Nusantara Tangerang, sehari-harinya mengasuh Pondok Pesantren Daarul Amanah dan mengisi kajian (bahas kitab) di sejumlah masjid di Tangerang.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.