STISNU

Agar Ibadah Puasa Kita Lebih Baik

Aktivitas berpuasa menuntut syarat dan ketentuan yang wajib dilaksanakan, agar puasa lebih bermakna, sah, dan diterima. Tidak asal-asalan.

Karena itu, di awal Ramadhan ini marilah kita menimba ilmu puasa dari Ketua Ranting NU Sukamantri, Pasar Kemis, Ust. Abdul Jalil, M.Ag., yang juga berprofesi sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Nusantara Tangerang, agar ibadah puasa yang kita jalani lebih baik dan diterima oleh Allah SWT.

Dalam keterangan tertulisnya kepada Tim Bincang Ramadhan STISNU Tangerang, Minggu (10/3/2024), mula-mula Ust. Abdul Jalil, M.Ag, memberikan definisi puasa secara etimologi (kebahasaan) dan terminologi (istilah).

“Puasa secara bahasa (لغة) adalah menahan. (الإمساك). Sedangkan puasa menurut istilah ulama fiqih adalah menahan dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan dilakukan dengan cara yang khusus,” terangnya.

Ibadah puasa, kata Ust. Abdul Jalil, M.Ag., mempunya beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang menjalankan puasa.

Syarat wajib itu di antaranya adalah “Satu, Islam. Bagi orang Islam maka wajib berpuasa. Dua, Mukalaf yaitu orang yang sudah dikenai beban hukum. Tiga, orang yang mampu menjalankan puasa. Empat, orang yang sehat.  Lima, orang yang sedang tidak dalam perjalanan,” katanya menyebutkan.

Puasa melatih kita untuk menahan nafsu, menahan dari rasa lapar dan haus. “Oleh karena itu kata Imam Ghozali, hendaknya orang yang berpuasa saat berbuka puasa tidak makan yang berlebihan, meskipun makanan tersebut adalah halal.

Karena memang hakikat puasa biar seorang mu’min bisa merasakan lapar, lesu dan lemas. Sehingga syahwat yang ada dalam dirinya tidak bisa mendorong untuk berbuat maksiat,” ungkapnya menambahkan.

Dalam penjelasan lebih lanjut, akademisi STISNU Tangerang ini mengutip kitab Fiqh Shiyam, salah satu karya Syaikh Hasan Hitou, ulama bermazhab Syafii, pendiri Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Imam Syafii di Cianjur. Menurut Ust. Abdul Jalil, M.Ag., mengutip pendapat Syaikh Hasan Hitou, ada beberapa sunah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan.

“Di antaranya adalah, pertama, mengakhirkan sahur, kedua menyegerakan berbuka puasa, ketiga berbuka puasa dengan menggunakan kurma. Dalam keterangan yang lain, yang paling afdhol saat berbuka puasa adalah. Pertama. Makan kurma muda (Rutob). Kedua memakan kurma ajwa (Kurma kesukaan Nabi). Ketiga memakan jenis kurma biasa. Keempat adalah minum Air. Dan kelima makan yang manis-manis,” terangnya.

Sebagaimana Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, membaca kitab suci Al Qur’an menjadi bagian dari rutinitas yang dilakukan umat Islam saat berpuasa. Karena itu Ust. Abdul Jalil, M.Ag., mengingatkan umat Islam untuk senantiasa membacanya sebagai ibadah.

Dia juga mengingatkan pentingnya bersodaqoh di bulan yang penuh limpahan berkah dan pahala ini.

“Dalam bulan Ramadhan juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca Alquran, terlebih membaca Alqur’an dengan cara “mudarosah” atau yang sering disebut dengan tadarus, juga dianjurkan untuk memperbanyak shodaqoh di bulan Ramadhan,” katanya memberi pesan.(*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.