STISNU

STISNU Tangerang Gelar Seminar Internasional: Politik Milenial dan Revolusi Kaum Muda

Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Nusantara Tangerang menggelar seminar internasional dengan tema “Millennials and Politics 2024”, Rabu (7/2/2014). Seminar yang dilaksanakan secara daring ini melibatkan tiga mahasiswa sebagai narasumber dari tiga kampus yang berbeda; STISNU Nusantara Tangerang, Al Azhar University Kairo, dan Institut Daarul Qur’an (IDAQU).

Ketiga narasumber itu adalah Muhammad Abdul Hilmi (Mahasiswa STISNU Tangerang), Mohammad Irvan Nurcholis (Mahasiswa IDAQU), dan Gus Ali Syibron (Mahasiswa Al Azhar University). Mereka sepakat generasi millenial harus punya perhatian terhadap politik nasional, meski tidak berarti harus terlibat dalam politik praktis. Bagi mereka, punya perhatian pada persoalan politik nasional dan masa depan bangsa, merupakan DNA mahasisawa yang notabenenya sebagai generasi millenial.

Apalagi, kata mereka, politik nasional saat ini tengah disibukkan dengan hajatan lima tahunan untuk menentukan pemimpinan masa depan, baik presiden maupun wakil presiden. Kontribusi mahasiswa benar-benar diharapkan. Terlebih sampai detik ini predikat yang melekat dalam diri mereka sebagai agent of change, orang yang bertindak sebagai katalisator dan pengelola perubahan. Masa depan bangsa bertumpu pada anak-anak muda, mahasiswa, generasi millenial.

Senada dengan itu, Ketua STISNU Tangerang, Dr. Muhammad Qustulani, dalam sambutannya pada acara seminar internasional tersebut, mengutip tesis Guru Besar Cornell University, Benedict Richard O’Gorman Anderson (biasa disebut Ben Anderson), penulsi buku Imagined Communities (komunitas-komunitas yang terbayang), yang menjadi rujukan mahasiswa, aktivis, dan kaum pergerakan dari dulu hingga kini.

Menurut Dr. Qustulani, Ben Anderson punya gagasan yang unik, di luar pemahaman pada umumnya. Bila selama ini revolusi Indonesia dinyalakan oleh  kaum tua seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Agus Salim, dll. Maka Ben Anderson, menurutnya, memandang bahwa revolusia Indonesia justru digerakan oleh kaum muda, seperti Sukarni, Kartodiwirjo, dll. Peristiwa penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi kalau tidak ada desakan dari kaum muda, para aktivis, mahasiswa, yang kemudian melakukan penculikan terhadap Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.

Peristiwa penculikan Dwitunggal Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, kata Dr. Qustulani mengutip pandangan Ben Anderson, mengawali proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu, kata doktor lulusan UIN Jakarta ini, di masa pergerakan dan revolusi, bahkan masa kemerdekaan kaum muda banyak terlibat dalam dinamika politik nasional.

Kisah pergerakan kaum muda ini sengaja Dr. Qustulani sampaikan di hadapan ratusan mahasiswa yang ikut hadir via zoom meeting, agar mereka punya kepercayaan diri untuk ambil posisi bagi kemajuan Indonesia. Dia mengingatkan mahasiswa selain punya peran dan fungsi sebagai agent of change, juga sebagai kontrol terhadap seluruh kebijakan penguasa yang tidak populis, yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.

Seminar internasional yang diprakarsai STISNU Tangerang ini mendapat sambutan khusus dari Prof. Dr. Sururin, Wakil Koordinator Kopertais Wilayah Banten-Jakarta. Beliau sangat mengapresiasi kegiatan seminar internasional yang diselenggarakan STISNU Tangerang. Secara diam-diam beliau masuk ke dalam zoom meeting, mengikuti rangkaian acara seminar meski tidak sampai tuntas. Kepada Ketua STISNU Tangerang, melalui pesan WA, Prof. Sururin menyatakan dukungan dan support. Beliau berpesan agar kegiatan seminar internasional semacam ini bisa terus dilakukan di kemudian hari.

Sementara itu, Wakil Ketua I Bagian Akademik, Ecep Fariduddin Ishak, MA. yang dimintai pendapatnya secara terpisah pasca acara seminar internasioal mengatakan, bahwa generasi milenial, mahasiswa dan kaum muda harus kritis melihat keadaan. Mereka tidak boleh nyaman dengan status quo (kemapanan), yang sebetulnya status quo (kemapanan) itu, katanya, hanya mewariskan kemandegan, stagnasi, kejumudan, dan membelenggu daya kritis pada akal pikiran seseorang. Mahasiswa harus berani mendobrak kemapanan, melawan kebijakan kaum elite yang tidak berpihak kepada masyarakat dan kepentingan umat.

Pak Ecep berpesan, di tahun politik ini, mahasiswa harus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang politik yang santun dan beradab. Sebab, di momen pilpres seperti saat ini, katanya, tidak menutup kemungkinan politik caci maki dan pecahbelah sering digunakan untuk memberi citra buruk kepada lawan-lawan politik. Mahasiswa juga diminta berperan penting dalam menyejukkan keadaan nasional yang mulai memanas akibat propaganda-propaganda yang dilakukan masing-masing paslon.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.