STISNU

Santri dan Sumpah Pemuda

Sumber: aktual.com

Sumpah pemuda sudah menggelora 89 tahun yang lalu. Mereka terdiri dari beragam latarbelakang agama, ras dan suku. Mereka menyatakan pernyataan berikut:

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Demikianlah sumpah yang dibacakan oleh putra-putri indonesia pada tanggal 28 oktober 1928 di rumah milik dari seorang Tionghoa, Sie Kong Liong, di Jalan Kramat Raya Nomor 106 Jakarta Pusat (sekarang Museum Sumpah Pemuda).

Tekad yang begitu membara dari berbagai macam kalangan para pemuda/i indonesia yang terhimpun dalam Perhimpunan Para Pelajar (PPP) Indonesia, membuat sebuah janji ikrar untuk persatuan dan kesatuan rakyat indonesia dalam menjaga keutuhan NKRI dari tangan belanda yang saat itu menjajah indonesia.

Pada tanggal 22 oktober 2015 pun menjadi hari atau tanggal bersejarah bagi indonesia khusus nya bagi organisasi terbesar yang ada di indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU), karena ditetapkannya hari santri nasional berdasarkan keppres no. 22 tahun 2015, berdasarkan sebuah sejarah panjang para pemuda/i islam yang saat itu sedang mengenyam pendidikan di pondok pesantren (santri) yang ikut serta dalam pertempuran di surabaya pada tgl 10 November 1945, yakni peristiwa jihad mempertahankan indonesia dari inggris yang ingin menguasai daerah jawa timur.

Meskipun sumpah pemuda lebih dahulu di tetapkan sebagai hari Nasional dibandingkan hari santri, tetapi di kedua hari bersejarah itu melibatkan bagaimana eksistensi para pemuda dalam mempertahankan NKRI, meskipun Nahdlatul Ulama (NU) usia nya lebih matang (Tua) dari kemerdekaan Indonesia, yakni 31 januari 1926 tetapi NU selalu menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI, santri/pemuda tidak hanya dibekali ilmu agama yang matang tetapi juga di ajarkan bagaimana menjaga kedamaian bangsa dengan semboyan indonesia “Bhineka Tunggal Ika”.

Nahdliyin sebutan bagi masyarakat indonesia yang berhaluan ” Ahlussunah wal jammah” mengerti betul bagaimana dahulu pendiri/ketua umum pertama NU KH. Hasyim Ashari mengeluarkan maklumat tentang “barang siapa yang berjihad untuk mempertahankan indonesia dan dalam jihad nya meninggal dunia itu termasuk para suhada (Mati sahid)”, pesan itu lah yang membuat warga Nahdliyin (NU) selalu ikut serta dalam mempertahankan bangsa nya dari rongrongan organisasi yang ingin memecah belah indonesia serta mengganti ideologi bangsa dengan ideologi baru.

Dari kedua hari bersejarah besar itu kita dapat sebuah pelajaran besar bagaimana peran pemuda sangat di butuhkan bangsa ini dalam menjaga keutuhan negeri tercinta. Apa lagi dalam era millenial ini begitu banyaknya perang tak bersenjata terjadi namun bisa menghancurkan sebuah persatuan dan kesatuan hanya karena berita hoax yang beredar, di zaman ini lah para pemuda di tuntut kembali untuk bersatu dalam barisan demi satu tekad dan satu tujuan dalam keharmonisasian hidup berbangsa dan bernegara tanpa harus melihat RAS, Suku, budaya yang beraneka ragam namun tetap berideologikan pancasila dan UUD 1945.

Oleh Anggi, Mahasiswa STISNU Tangerang

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.