STISNU

Tarekat Imam Junaidi al Baghdadi

Tarekat Imam Junaidi al-Baghdadi
oleh : Hamdan Suhaemi

 

Pendahuluan

Tarekat, menurut perspektif ahli Sunnah wal Jama’ah adalah bagian dari ajaran Islam, karena pengamalan tarekat itu berdasarkan Al-Qur’an dan hadits Rosulillah S.a.w, bahkan saat Rosulullah masih hidup ada beberapa sahabatnya yang menjalankan kehidupan Zuhud dan wara’ dan bertempat tinggal di dekat masjid Nabawi di Madinah. Antara lain Sahabat Salman al-Farisi, asal dari Persia, dan termasuk Saidina Abu Bakar Siddiq, sahabat utama Rosulullah yang telah mencapai pangkat tertinggi dari hirarki maqomat yaitu siddiqin.

Jika ada pernyataan bahwa tarekat bukan dari ajaran Islam dan dianggap ajaran sesat itu artinya telah menentang al-Quran, karena di dalam surah al-Jin ayat 16 disebutkan :

وَأَن لَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُم مَّاءً غَدَقًا

Artinya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus dengan dawam (istiqomah) di diatas jalan (thoriqoh) Allah SWT, pasti kami akan memberi minum kepada mereka dengan air yang segar dan berlimpah.

Kemudian jika masih pula mengatakan sesat atau bid’ah terhadap tarekat atau tasawuf itu artinya pula telah menentang sabda Rosulullah S.a.w, yaitu.

ان شريعتي جائت على ثلاثمائة وثلاث عشرة طريقة لا تلقى العبد بها ربنا الا دخل الجنة
( رواه الطبرني )

Artinya: Sesungguhnya syariatku datang membawa 313 thariqah (metode pendekatan pada Allah), tiap hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Tuhan dengan salah satunya pasti masuk surga (HR. Thabrani).

Syariat adalah perintah-perintah Allah, dan larangan-larangannya. Thariqah adalah perjalanan dan aplikasi syariat. Sedangkan hakikat adalah melihat dengan dimensi dalam.

Dalam kitab Kasyfu al-Kahfa ada sebuah hadits Rosulullah s.a.w yaitu.

الشَّرِيْعَةُ أَقْوَالِيْ ، وَالطَّرِيْقَةُ أَفْعَالِيْ ، وَالْحَقِيْقَةُ حَالِيْ ، وَالْمَعْرِفَةُ رَأْسُ مَالِيْ

Artinya : syariah adalah perkataanku, thoriqoh adalah perbuatanku, haqiqah adalah keadaan batinku, dan mar’ifah adalah pangkal hartaku, (Kasyf al-Khafa’, juz 2, hlm:7).

 

Riwayat Imam Tarekat

Oman Faturahman dalam bukunya Ithaf al-Dhaki Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim Nusantara ( hlm: 256) telah menulis bahwa Junaid al-Baghdadi lahir pada tahun 830 Masehi di Nihawand, Persia dari orang tua bernama Syaikh Muhammad Ibn Junaid Qowariri, kemudian keluarganya bermukim di Baghdad hingga oleh Junaidi al-Baghdadi dimanfaatkan untuk belajar hukum Islam mazhab Imam Syafi’i, dan akhirnya menjadi Qadi kepala di Baghdad. Junaidi al-Baghdadi banyak mempelajari ilmu fiqih kepada Abu Tsur al-Kalbi yang merupakan murid langsung dari Imam Asy-Syafi’i, hingga akhir hayatnya pada tahun 910 Masehi dan dimakamkan di Baghdad Irak.

Syaikh Fadhlullah Haeri dalam karyanya yang kemudian diterjemahkan yaitu Belajar Mudah Tasawuf (hlm: 127 ) menuliskan bahwa Imam Junaidi mempelajari ilmu tasawuf dari pamannya sendiri, Syaikh as-Sari as-Saqti hingga pada akhirnya ketinggian ilmu Junaid menjadi dirinya sebagai ulama yang memiliki banyak murid dan pengikut. Demikianlah, bahwa kecintaannya terhadap ilmu tasawuf sangatlah tinggi, hal ini Imam Junaid berkata: “apabila saya telah mengetahui suatu ilmu yang lebih besar dari Tasawuf, tentulah saya telah pergi mencarinya, sekalipun harus merangkak “.

Junaid al-Baghdadi dikenal sebagai tokoh sufi yang sangat menekankan pentingnya keselarasan antara praktik dan doktrin tasawuf dengan kaidah-kaidah syari’at. Salah satu ungkapan Imam Junaid tentang ilmu tasawuf yang dikutip oleh al-Kurani dalam Itḥaf al-dhaki adalah ucapannya: “pengetahuan kami ini terikat dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.” Dengan ini mengindikasikan bahwa ajaran tasawuf menurut Al-Junaid haruslah tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.

Dalam kitab Bahjat-ul-Asrar, Syaikh Abu Bakar bin Haw’war berkata sepanjang sejarah ada tujuh kelompok Wali Awtad Irak, yaitu Syakh Ma’ruf Karkhi, kedua Syaikh Imam Ahmad bin Hanbal, ketiga yaitu Syaikh Bishr Hafi, yang ke-empat yaitu Syaikh Mansur bin ‘Ammar, berikutnya yaitu Imam Junaidi, dan Syaikh Sahl bin ‘Abdullah Tustari, dan yang paling masyhur adalah Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani.

Dalam bukunya The life, personality and writings of al-Junayd telah menuliskan bahwa Imam al-Junaidi (d. 910) was one of the most significant figures of the formative period of Islamic mystical thought and practice in the third to ninth centuries. This volume contains an account of his life, personality and writings; his doctrine and both Arabic text and translation of his Rasa’il.

 

Tarekat Junaidi al-Baghdadi

Dalam kitab Miftahul Falah wa Mishbahul Arwah, Syaikh Ahmad Ibnu Athoillah al-Iskandari ( hlm: 64 ) menjelaskan tentang tarekatnya Imam Junaidi al-Baghdadi. Kita tahu bahwa Imam al-Junaidi adalah imamnya para ahli tarekat sedunia. Kebetulan kitab di atas pernah saya ikut mengajinya dari guru saya waktu di pesantren, yaitu.

طريقة امام الجنيدي فلها ثمان شروط: دوام الوضوء و دوام الصوم و دوام السكوت و دوام الخلوة ودوام الذكر و هو لا إله إلا الله و دوام ربط القلب بالشيخ واستفادة علم الواقعات منه بفناء تصرفه في تصرف الشيخ و دوام نفي الخواطر و دوام ترك الاعتراض على الله.
Artinya: Tarekat Imam Junaidi, maka terdapat padanya 8 syarat yaitu membiasakan wudlu’, puasa dawam ( terus menerus sepanjang hidup ), banyak diam, menyendiri dan mendawamkan zikir laa Ilaha Illa Allah, sekaligus mengikat hati kepada guru, dan mengharap berfaidah ilmu yang diterima dengan menghilangkan penggambaran di dalam gambaran guru, dan membiasakan hilangnya cemas atau khawatir, kemudian meninggalkan sikap yang berpaling atas Allah S.w.t di setiap helaan nafas.

Dari penjelasan ini bahwa tarekat yang diajarkan oleh Imam Junaidi al-Baghdadi tidaklah pernah ada pertentangan dengan ajaran Islam, justru dengan Tarekat lah mengamalkan ajaran Islam jauh lebih konsisten, khusyu’ dan benar.

Karena itu kalaulah ada golongan seperti golongan Wahabi menolak tarekat itu artinya mereka menolak apa yang sudah diajarkan Rosulullah S.a.w. faktanya lewat corong-corong media online, mereka gunakan untuk membelokkan ajaran Islam ke pada ajaran yang dangkal dan kering, bahkan brengseknya mereka hendak menarik Islam agar menjadi agama purbakala dengan dalih ajaran sunnah salaf.

 

Penulis :
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Idaroh Wustho Jatman Banten
Sekretaris Komisi HAUB MUI Banten

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.