STISNU

Iman Menisbatkan Manusia Dengan Penciptanya

Iman Menisbatkan Manusia Dengan Penciptanya

Artikel tentang Pemikiran Said Nursi

 

Demikian pula dengan manusia. Ia merupakan kreasi Tuhan yang luar biasa. Ia merupakan salah satu mukjizat qudrat-Nya yang paling tinggi dan paling lembut. Tuhan menjadikannya sebagai makhluk yang memperlihatkan seluruh manifestasi nama-nama-Nya yang mulia (_asmaul husna_). Dia menjadikan manusia sebagai pusat orbit seluruh ukiran-Nya serta menjadikannya sebagai miniatur dan model dari seluruh entitas alam.

Ketika cahaya iman masuk ke dalam diri manusia, maka cahaya itu akan memperlihatkan semua ukiran penuh hikmah yang terdapat dalam dirinya. Ia juga mengajak yang lain untuk membacanya. Mukmin membacanya dengan penuh perenungan, merasakannya dengan penuh kesadaran, serta membuat yang lain dapat membacanya. Yakni, seolah-olah ia berkata, “Aku adalah ciptaan dan makhluk Sang Pencipta. Lihatlah bagaimana rahmat dan kemurahan-Nya termanifestasi dalam diriku.” Dan sejumlah makna luas yang serupa, kreasi Ilahi termanifestasi dalam diri manusia.

Jadi, iman yang merupakan relasi manusia dengan Sang Pencipta memperlihatkan seluruh jejak kreasi yang tersimpan dalam diri manusia. Dengan itulah, nilai manusia menjadi jelas sesuai dengan penampakan kreasi Ilahi tersebut dan sejauh mana menjadi cermin-Nya. Maka, manusia yang tadinya tidak penting berubah menuju tingkatan makhluk yang paling mulia di mana ia layak untuk menerima pesan Ilahi dan mendapat kehormatan yang membuatnya pantas menjadi tamu rabbani di surga.

Namun jika kekufuran—yang merupakan bentuk putusnya hubungan dengan Allah—masuk ke dalam diri manusia, ketika itu seluruh makna ukiran _asmaul husna_ yang penuh hikmah jatuh ke dalam kegelapan dan pada akhirnya hilang sehingga tak dapat dibaca. Hal itu karena sisi-sisi maknawi yang mengarah kepada Sang Pencipta tak bisa dipahami dengan melupakan-Nya. Bahkan ia menjadi berbalik.

Sebagian besar jejak dan tanda kreasi yang sangat berharga dan penuh hikmah serta sebagian besar tulisan maknawi yang luhur itu pun lenyap. Yang tersisa dan yang terlihat oleh mata akan dikembalikan kepada sebab-sebab sepele, alam, dan proses kebetulan. Lalu pada akhirnya, ia menjadi lenyap di mana setiap permata dari permatanya yang bersinar itu akan berubah menjadi kaca yang hitam dan gelap. Nilainya juga hanya akan terbatas pada sisi materi hewaninya semata. Sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa tujuan dan buah dari materi adalah menjalani kehidupan yang singkat dan parsial. Pemiliknya merupakan makhluk yang paling lemah, paling butuh, dan paling malang. Dari sana ia pun menjadi lenyap.

Demikianlah, kekufuran melenyapkan esensi manusia dan mengubahnya dari permata berharga menjadi batu bara.

Said Nursi, *Iman Kunci Kesempurnaan*, hlm. 3-5

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.